Industri. bahanbakar.com

Merdeka.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani meminta kepada pemerintah tidak berlaku diskriminatif dalam pemberian bantuan subsidi upah. Mengingat subsidi upah sebesar Rp600.000 per bulan yang diberikan hanya kepada para pekerja swasta (non BUMN) yang berpenghasilan di bawah Rp5 juta selama 4 bulan dengan syarat terdaftar di BP Jamsostek.

“Kenapa subsidi upah hanya diberikan pada pekerja yang terdaftar di BP Jamsostek yang notabenenya mereka masih bekerja dan menerima upah?” kata Netty mempertanyakan di Jakarta, Selasa (18/8).

Berdasarkan info, awalnya subsidi upah akan diberikan kepada 13.870.496 calon penerima dengan anggaran Rp33,1 triliun. Tetapi setelah rapat dengan kementerian/lembaga, disepakati untuk memperbanyak jumlah penerima menjadi 15.725.232 orang dengan meningkatkan anggaran menjadi Rp37,7 triliun.


Sayangnya, anggaran sebesar itu belum memikirkan nasib para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PKH) atau dirumahkan akibat imbas pandemi. “Bagaimana dengan subsidi untuk pekerja outsourcing atau pekerja yang tidak tercatat? Bagaimana pula dengan pekerja di sektor informal, buruh, petani, nelayan, kaki lima? Mereka jelas membutuhkan uluran tangan,” tegasnya.

Netty meminta agar rencana pemberian subsidi upah ini dilakukan secara proporsional dan mengedepankan unsur keadilan. Jika disamaratakan yakni upah di bawah Rp5 juta, dia menilai akan mencederai rasa keadilan. Karena setiap daerah memiliki kondisi dan tingkat biaya hidup dan upah minimum yang berbeda.

“Ada masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp5 juta, tapi tidak mencukupi untuk hidup layak, sementara di tempat lain ada masyarakat berpenghasilan di bawah Rp5 juta tapi berkecukupan. Apalagi jika kita mempertimbangkan bentuk dan jumlah tanggungan dari setiap pekerja yang pasti berbeda satu sama lain,” terang Netty.

1 dari 1 halaman

Aspek Pengawasan

Selain itu, politisi Fraksi PKS ini juga menyoroti belum jelasnya aspek pengawasan dalam penyaluran subsidi upah bagi pekerja berpenghasilan di bawah Rp5 juta agar benar-benar tersalurkan ke para pekerja. Jika misalnya ada yang sudah memenuhi syarat, tapi ternyata tidak menerima subsidi, kemana mereka harus melapor.

“Begitu juga dengan aspek validitas data. Apakah semua perusahaan telah memasukkan data penghasilan pegawai dengan benar?” tanyanya.

Dia menekankan, jangan sampai subsidi tidak tepat sasaran karena data tidak valid. Jangan sampai ada perusahaan yang dalam laporan ke BP Jamsostek mengecilkan jumlah upah pegawainya untuk alasan pengurangan beban iuran.

“Nah, bagaimana mengawasi dan mencegah hal ini? Jadi, sebelum dilaksanakan, semua harus disusun dengan rapi. Jangan sampai program sudah berjalan, tapi kemudian menimbulkan banyak masalah di lapangan,” tandas Netty.

(mdk/idr)



Sumber